Kisah Terbentuknya Pulau Jawa Sejak Jutaan Tahun yang Lalu

Masa-masa awal terbentuknya Pulau Jawa diperkirakan terjadi lebih dari 60 juta tahun yang lalu (Zaman Pre-Tersier), ketika pulau ini masih menjadi bagian dari sebuah benua besar yang dikenal sebagai superbenua Pangea.

Susunan batuan dasar yang membentuk Pulau Jawa memiliki asal-usul dan umur yang berbeda satu dengan yang lainnya. Jawa bagian barat diperkirakan telah terbentuk pada akhir Zaman Kapur (145 hingga 65 juta tahun lalu) dan menjadi bagian dari Paparan Sunda (Sundaland Core), sementara Jawa bagian timur diyakini berasal pecahan kecil benua Australia (sejumlah peneliti menyebutnya sebagai East Java Microcontinent). Bagian timur ini diperkirakan mulai ‘menabrak’ dan bergabung dengan bagian barat sekitar 100-70 juta tahun yang lalu hingga menciptakan bentuk awal Pulau Jawa yang ada saat ini.

Artinya, Pulau Jawa terbentuk dari gabungan dua lempeng benua dan bagian barat Pulau Jawa diyakini memiliki umur yang lebih tua dibanding bagian timurnya. Batas di antara kedua bagian ini tertandai dengan adanya sesar purba yang membentang dibawah Sungai Luk Ulo di Kebumen, Jawa Tengah, menyeberangi Laut Jawa dan berakhir di Pegunungan Meratus yang membelah Kalimantan Selatan.

Saat ini, hanya ada tiga tempat yang memiliki rekam jejak sejarah kebumian dari masa awal terbentuknya Pulau Jawa, yaitu Teluk Ciletuh (Sukabumi, Jawa Barat), Karangsambung (Kebumen, Jawa Tengah) dan Bayat (Klaten, Jawa Tengah). Rekaman ini tersimpan dalam bentuk singkapan yang menampakkan batuan dasar tertua yang berumur hingga sekitar 96 juta tahun. Singkapan ini terjadi sebagai akibat dari proses tumbukan antar lempeng disertai dengan erosi yang berlangsung terus-menerus dalam rentang waktu yang sangat panjang, jutaan tahun lamanya.

Dari masa ke masa, proses geologis berlangsung tanpa henti, menyusun beragam wujud muka bumi yang berbeda-beda. Proses pengendapan pertama diperkirakan terjadi antara 54 hingga 36 juta tahun lalu (Kala Eosen). Berbagai material terendapkan di cekungan-cekungan yang terbentuk akibat peregangan lempeng. Tersingkapnya batuan konglomerat, batugamping, batupasir serta batubara, menunjukkan ciri pengendapan sungai, danau dan laut dangkal yang terjadi saat itu.

Pada masa berikutnya, ketika Pulau Jawa sudah mulai terbentuk dengan poros membujur arah barat dan timur, muncul tekanan dahsyat dari arah selatan. Perlahan namun pasti, lempeng samudera Indo-Australia yang bergerak ke arah utara ‘menabrak’ lempeng benua Eurasia dari sisi selatan pada zona yang berposisi sejajar dengan Pulau Jawa.

Lempeng samudera yang memiliki densitas atau massa jenis yang lebih tinggi mengalami subduksi atau penunjaman. Peristiwa inilah yang kemudian menjadi penyebab terbentuknya palung laut, pegunungan, serta aktifitas vulkanik yang memunculkan bentukan gunung berapi. Sebagian material lempeng samudera Indo-Australia mengalami pelelehan, mencair menjadi magma dan menciptakan jalur vulkanik dalam posisi sejajar dengan poros panjang Pulau Jawa.

Inilah kelanjutan peristiwa yang menjadi bagian penting dari rangkaian sejarah terbentuknya Pulau Jawa, ditandai dengan mulai terbentuk gugusan gunung api purba sebagai jalur vulkanik yang berjajar di bagian selatan dan menjadi tulang punggung Pulau Jawa jutaan tahun yang lalu.

Menarik untuk dicatat, dalam kurun waktu antara 36 hingga 10,2 juta tahun lalu ini (Kala Oligosen Akhir hingga Kala Miosen Awal), pada gugusan gunung api purba di Pulau Jawa ini, diperkirakan telah terjadi rangkaian peristiwa vulkanisme yang teramat dahsyat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya penemuan singkapan lapisan batuan piroklastik serta ditemukannya batupasir vulkanik yang sangat tebal sebagai hasil erupsi gunung berapi purba. Berdasarkan bukti-bukti geologis yang ditemukan di sekitarnya, setidaknya telah dikenali dua gunung api purba yang di kalangan ahli geologi dinamai berdasarkan lokasi penemuan bukti-bukti geologisnya, bukan berdasarkan letak titik pusat aktifitas vulkaniknya. Kedua gunung api itu adalah Gunung Api Purba Semilir dan Gunung Api Purba Nglanggeran.

Konon, berdasarkan bukti endapan yang dihasilkannya, ditengarai pernah terjadi erupsi katastropik Gunung Api Purba Semilir yang kekuatannya nyaris setara dengan Supervolcano Toba di Sumatera (74.000 tahun yang lalu) dan Supervolcano Yellowstone di Wyoming, Amerika Serikat (2,1 juta tahun yang lalu). Kekuatan erupsi Gunung Api Purba Semilir saat itu diperkirakan tak kurang dari 10 kali lebih besar dari erupsi Gunung Tambora (1815), 100 kali lebih besar dari erupsi Gunung Krakatau (1883) dan 1000 kali lebih besar erupsi Gunung St. Helena di Washington, Amerika Serikat (1980).

Inilah masa-masa dimana gunung api purba mengalami kejayaannya di Pulau Jawa. Namun pada kisaran 16 hingga 2 juta tahun yang lalu (Kala Miosen Tengah hingga Pliosen Akhir) kegiatan magmatisme di gugusan gunung api purba ini mulai jauh berkurang.

Saat itu, situasi di sebagian besar Pulau Jawa masih berada dalam genangan laut dengan kehidupan biotanya yang berkembang dengan baik. Daerah pegunungan selatan merupakan daerah laut dangkal dengan airnya yang cenderung tenang, jernih, memiliki sumber makanan yang memadai, serta mendapatkan sinar matahari yang cukup. Kondisi ini memungkinkan terbentuknya koloni koral atau kompleks terumbu yang sangat luas serta berkembang biaknya biota laut, seperti plankton, moluska, algae dan masih banyak lagi. Fakta ini terekam dengan baik dan dapat diamati pada ragam singkapan batugamping yang sangat tebal dan meluas di sepanjang sisi selatan dan sisi utara Pulau Jawa saat ini.

Pada kisaran 12 juta tahun yang lalu (Kala Miosen Tengah), mulailah terjadi pelandaian kemiringan penunjaman lempeng samudera Indo-Australia, sehingga proses pelelehan yang menghasilkan magma ikut bergeser ke arah utara. Proses ini terus berlanjut sampai sekitar 1,8 juta hingga 11.500 tahun yang lalu (Kala Pleistosen) dan masih tetap berlanjut hingga saat ini (Kala Holosen), meninggalkan gugusan gunung api purba yang telah terbentuk sebelumnya di sisi selatan Pulau Jawa.

Pergeseran jalur vulkanik yang mencapai jarak sekitar 50 hingga 100 kilometer ke arah utara ini, secara otomatis telah menonaktifkan semua gunung berapi purba, karena suplai magma hasil pelelehan di bawah permukaan bumi telah bergeser ke utara. Aktifitasnya gunung api purba seperti Nglanggeran, Semilir dan kemungkinan pusat-pusat erupsi lainnya, berangsur-angsur mulai turun, bahkan bisa dikatakan nyaris tak bersisa lagi. Kondisi Pulau Jawa pun menjadi relatif stabil, meskipun kegiatan magmatisme tetap ‘terpelihara’ oleh alam, bergeser ke sebelah utara.

Sumber : Terselubung.in

Updated at: 23.06